Senin, 10 Mei 2010

Model Hierarki Marketing With Meaning

Implementasi Marketing With Meaning Pada Program Dove Sisterhood

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Perjalanan waktu telah membuat model pemasaran berubah. Ketika paradigma marketing bergeser dari marketing 1.0 ke marketing 2.0, dari product centric ke customer centric era, dunia seakan mendatar. Tidak ada lagi siapa yang di atas dan siapa yang di bawah. Tidak ada lagi kekuasaan produsen untuk menjejalkan apa yang mereka jual kepada konsumen karena konsumen semakin banyak tahu dan banyak pilihan.
Posisi produsen dan konsumen kini sejajar. Tidak ada lagi informasi yang bersifat indoktrinasi. Akses informasi yang begitu mudah dan cepat membuat konsumen semakin kritis. Pemerhati marketing 2.0, Paul Beelen dalam www.paulbeelen.com mengingatkan bahwa tradisi word of mouth kini makin berkuasa karena dukungan para netter. Web 2.0 merupakan generasi terbaru teknologi web interaktif yang bermetamorfosa ke dalam berbagai bentuk situs jejaring sosial, seperti blog, RSS, facebook, dan lain-lain. Perubahan itu mendorong terjadinya metamorfosa di dunia marketing, yakni dari model pemasaran marketing 1.0 yang bersifat satu arah berubah menjadi marketing 2.0 yang bersifat dua arah.
Kehausan publik terhadap informasi membuat perubahan begitu cepat. Informasi yang didapat publik langsung atau tidak langsung akan mengubah persepsi terhadap dunianya. Ini tentu saja akan membawa perubahan pada dunianya. Karena itu, bila saat ini publik menilai kehebatan marketing 2.0, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat akan ditinggalkan. Menurut Hermawan Kartajaya, pemasaran saat ini tidak hanya diterjemahkan dalam pengertian positioning, differensiasi dan merek yang dibungkus dalam identitas merek, integritas merek dan menghasilkan citra merek. Di dalam buku Marketing 3.0 : Values-Driven Marketing, Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya mengatakan perusahaan seharusnya tidak hanya memasarkan produk dengan manfaat fungsional ataupun manfaat emosional, melainkan harus pula menonjolkan manfaat spiritual.
Dalam buku The Next Evolution of Marketing : Connect With Your Customer by Marketing With Meaning, Bob Gilbreath mengatakan bahwa tradisional marketing kini sudah out of date karena kecanggihan publik yang mengkonsumsi sesuatu untuk menghindari strategi marketing, bahkan menggunakan media sosial sekalipun. Itu sebabnya dalam marketing communication mendatang mengandalkan digital saja tidak cukup kuat. Ini karena publik akan selalu menemukan cara untuk menghindari bombardir pesan-pesan pemasaran yang seringkali mengganggu. Bob Gilbreath meyakini bahwa di saat konsumen bisa secara aktif memilih untuk menghindari marketing, satu-satunya cara untuk menang adalah dengan menciptakan marketing di mana konsumen akan secara aktif memilih untuk terlibat.
Bob Bilbreath menyebut strategi seperti itu sebagai Marketing With Meaning. Gilbreath mendefinisikan marketing with marketing sebagai marketing yang memberikan nilai tambah (adding value) kepada masyarakat. Meaningful marketing bukanlah pro bono marketing atau sesuatu dilakukan tanpa berharap imbalan. Sebaliknya, bukan pula cause marketing, meskipun cause marketing dapat meaningful juga yang terang-terangan diciptakan untuk memaksa konsumen membeli produk dengan iming-iming sekian rupiah dari harga jual akan disalurkan sebagai charity. Gilbreath memaparkan teori meaningful marketing yang diklaimnya merupakan evolusi strategi marketing selanjutnya setelah digital marketing.
Gilbreath membuat hierarki meaning yang terdiri atas tiga tingkatan di dalam sebuah segitiga. Konsep ini merupakan perpaduan antara hierarki kebutuhan Abraham Maslow dan hierarki ekuitas merek di mana merek menempel di hati pikiran publik.
Inilah metamorfosa dari konsep marketing 2.0. marketing with meaning adalah strategi bersaing dengan menawarkan sesuatu yang berarti bagi pelanggan pada saat mereka benar-benar membutuhkan, bahkan ketika mereka belum menjadi pelanggan. Banyak perusahaan yang telah melakukannya. Salah satunya adalah Unilever Indonesia melalui program Dove Sisterhood yang dimulai Oktober 2009 hingga Maret 2010.
Dove Sisterhood adalah sebuah komunitas di mana para perempuan pengguna Dove Hairtherapy yang Dove sebut sebagai Sister bisa saling berbagi. Di komunitas ini, Sister bisa berbagi informasi mengenai kesehatan dan kecantikan rambut, baik dari Dove Expert maupun sesama Sister, sehingga Sister bisa selalu tampil penuh percaya diri dengan rambutnya yang bebas kerusakan. Selain itu, di sini Sister juga bisa sharing berbagai macam informasi menarik seputar dunia perempuan.
Harapan Dove adalah melalui Dove Sisterhood, Sister bisa menjadi Amazing Woman, yaitu perempuan yang tampil percaya diri dengan kecantikannya yang unik, serta memiliki kekuatan untuk membantu sesama Sister lainnya. Kali ini Dove Sisterhood mengajak para Sister untuk membantu para “Perempuan Kepala Keluarga” yang tergabung dalam Yayasan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga).

1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep marketing with meaning?
2. Bagaimana implementasi marketing with meaning pada program Dove Sisterhood?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang :
1. Konsep marketing with meaning.
2. Implementasi marketing with meaning pada program Dove Sisterhood.





















BAB II
MARKETING WITH MEANING

2.1. Konsep Marketing With Meaning
Secara terminologi, meaningful marketing kelihatannya sama saja dengan strategi marketing dengan value proposition yang sangat berarti (meaningful) buat customer-nya. Namun meaningful marketing versi Bob Gilbreath bukanlah perkara value proposition produk yang meaningful, melainkan persoalan value added yang menyertai produk itu yang meaningful, yang tidak hanya bisa dinikmati pelanggan, melainkan juga oleh target market yang belum membeli produk tersebut atau belum menjadi customer. Value added itu bisa menciptakan kedekatan yang pada akhirtnya bisa menggiring target market menjadi pelanggan setia.
Menurut Bob Gilbreath, “Marketing with meaning is the antidote to opting out; it adds value to people’s lives independent of purchase. It’s marketing that is often more meaningful than the product it aims to sell”. Menurut Davy Tuilan, Managing Direktur PT. Ford Motor Indonesia, meaningful marketing adalah suatu kegiatan pemasaran atau suatu konsep pemasaran yang betul-betul bisa memberikan value bagi produsen, stakeholder, konsumen, pemerintah dan sistem, dan hal ini bisa memberikan dampak positif kepada brand. Stefan Orlander, Global Director For Brand Connection Nike berpendapat bahwa “If we can do something to benefit our consumers and serve the needs of athletes to perform better, they will return to our brand.”. Jika kita dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi konsumen-konsumen kita dan melayani kebutuhan-kebutuhan dari atlit-atlit dengan lebih baik, mereka akan kembali ke merek kita.
Dalam buku The Next Evolution of Marketing : Connect With Your Customer by Marketing With Meaning, Bob Gilbreath mengatakan bahwa tradisional marketing kini sudah out of date karena kecanggihan publik yang mengkonsumsi sesuatu untuk menghindari strategi marketing, bahkan menggunakan media sosial sekalipun. Itu sebabnya dalam marketing communication mendatang mengandalkan digital saja tidak cukup kuat. Ini karena publik akan selalu menemukan cara untuk menghindari bombardir pesan-pesan pemasaran yang seringkali mengganggu.
Gilbreath menyebut strategi itu sebagai marketing with meaning. Gilbreath mendefinisikan marketing with meaning sebagai marketing yang memberikan nilai tambah (adding value) kepada masyarakat. Gilbreath membuat hierarki meaning yang terdiri atas tiga tingkatan di dalam sebuah segitiga. Konsep ini merupakan perpaduan antara hierarki kebutuhan Abraham Maslow dan hierarki ekuitas merek di mana merek menempel di hati dan pikiran publik.
Berikut dapat dilihat perbedaan dari Marketing With Meaning dengan Direct Marketing dan Permission Marketing.
Tabel 2.1
Perbedaan Direct Marketing, Permision Marketing dan Marketing With Meaning
Direct Marketing Permission Marketing Marketing With Meaning
Approach the consumer directly, using targeted information. Seek consumer approval and input prior to the approach. Create marketing that invites consumer participation.
“Advertising arrives at my home, whether I like it or not” “I can choose wheater or not to receive relevant advertising” “The marketing itself improves my life, so I will both notice you and give you my business.”
“Tell and sell”
Monologue “Give and Take”
Dialogue “Value Added” benefit
Interruption Authorization Service
Focus on medium Focus on message Focus on meaning
Sumber : Bob Gilbreath, The Next Evolution Marketing
2.2. Model Marketing With Meaning
Untuk menciptakan meaningful marketing, pertama-tama harus menentukan apa yang secara sungguh-sungguh penting bagi target market dan apa yang mereka cita-citakan. Secara spesifik, perlu mengungkapkan yang mana dari kebutuhan mereka yang masih belum terpenuhi di kehidupannya. Bob Gilbreath menyebutnya sebagai kebutuhan tingkat tinggi.
Ada tiga tingkatan meaningful marketing yang merupakan hasil penggabungan dua teori, yaitu teori hierarki kebutuhan dasar manusia versi Abraham Maslow, seorang sosiolog yang memotret kebutuhan tingkat tinggi konsumen dan teori hierarki ekuitas merek, sebuah alat yang sering digunakan marketers untuk menunjukkan di level mana brand mereka berada di dalam hati dan pikiran konsumen.

Gambar 2.1 Both Brands and People Seek Higher Meaning
Sumber : Bob Gilbreath, The Next Evolution Marketing

Dengan kata lain, meaningful marketing adalah mempertemukan level tertinggi dari meaningful yang dicari manusia (people seek higher meaning), dari level phsycological, safety, love/belonging, sampai self actualization, dan level tertinggi dari meaningful yang ingin dicapai brands (brands seek higher meaning), dari attributes, benefits, values, character, sampai equity.
Perpaduan dua bentuk hierarki di atas menghasilkan tiga tingkatan meaningful marketing, yaitu :

Gambar 2.2 The Hierarchy of Meaningful Marketing
Sumber : Bob Gilbreath, The Next Evolution Marketing

Hirarki dari meaningful marketing (lihat Gambar 2.2) merupakan perpaduan antara kebutuhan-kebutuhan konsumen tingkat tinggi dengan hierarki merek yang sesuai, menghasilkan tiga strata tentang pemasaran yang terus meningkat penuh arti kepada konsumen-konsumen.
1. Solution marketing, yang meng-covers kebutuhan dan manfaat dasar rumah tangga seperti penawaran yang membantu dan penghematan uang.
2. Connecting marketing, merepresentasikan langkah yang signifikan menuju pembangunan hubungan yang erat (bonding relationship) antara people dan brands. Ini mendekati kategori love/belonging-nya Maslow, yaitu menyediakan benefit di luar kebutuhan informasi yang mendasar dan relevan dengan sesuatu yang penting dalam benak konsumen, seperti social outlet dan ekspresif kreatif.
3. Achievement marketing, berhubungan dengan self actualization-nya Maslow, yaitu marketing dengan cara memungkinkan orang untuk signifikan memperbaiki kehidupan mereka, merealisasikan sebuah mimpi, atau secara positif mengubah komunitas atau dunia mereka.


Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Marketing With Meaning
Berdasarkan model pendekatan masalah pada gambar 2.3 di atas, untuk menciptakan meaningful maketing, seorang marketer harus mengetahui kebutuhan apa yang dicita-citakan oleh konsumen terhadap suatu produk atau merek yang dapat menciptakan sesuatu meaningful bagi konsumen sendiri. Perpaduan antara tingkatan merek dengan hirarki kebutuhan dapat menghasilkan pemasaran yang penuh arti (meaningful marketing) bagi konsumen, dan berdampak pada terciptanya kepuasan dan meningkatnya loyalitas konsumen itu sendiri.




BAB III
IMPLEMENTASI MARKETING WITH MEANING PADA PROGRAM DOVE SISTERHOOD

3.1. Profil Perusahaan


Type
Public

(Chairman)
Michael Treschow

(Vice Chairman)
Baron Simon
(CEO)
Paul Polman

Industry Conglomerate Products See brands listing Revenue
€40.523 billion (2008)
Operating income
€8.386 billion (2008)
Net income
€5.285 billion (2008)
Employees
174,000 (2008)
Website
www.unilever.com


gambar 3.1. Logo Dove
Dove adalah merek perawatan pribadi yang dimiliki oleh Unilever. Dove terbuat dari surfaktan sintetis, serta beberapa minyak sayur yang berbasis bahan sabun, seperti natrium kernelate sawit. Dove dirumuskan untuk menjadi pH netral, dengan pH yang biasanya antara 6,5 dan 7,5.
Produk Dove yang diproduksi di Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Irlandia, Australia, dan Brasil. Dove merek dagang dan merek saat ini dimiliki oleh Unilever. Logo Dove adalah profil siluet suatu merpati, warna yang sering bervariasi.
Produk Dove meliputi: antiperspirants / deodoran, sabun, lotion / pelembab, perawatan rambut dan produk perawatan wajah.
Di AS, sabun batangan Dove saat ini diproduksi untuk melembabkan kulit, cocok digunakan untuk kulit sensitif, tidak diberi wewangian, nutrium bergizi, dan berwarna putih.

3.2. Sejarah Dove
Dove telah memposisikan sepanjang sejarahnya tanpa menyebut sebagai "sabun", tetapi sebagai suatu "beauty bar" dengan seperempat krim pembersih, untuk melembabkan kulit ketika mandi, kontras dengan efek pengeringan sabun biasa (yang hanya "sabun").
Pesan iklan diperkuat oleh Bossing krim yang dituangkan ke dalam ”beauty bar”. Pada tahun 1979, kalimat "krim pembersih" digantikan dengan "krim pelembab". Pada tahun 1979, seorang dokter dari Pennsylvania menunjukkan bahwa Dove cocok untuk kulit kering dan kulit yang teriritasi secara signifikan kurang dari sabun biasa. Sebagai hasil dari studi ini, Unilever mulai agresif memasarkan dan memenangkan lebih dari 24% dari market share di tahun 2003.


3.3. Promosi Penjualan Dove
Pada tahun 2006, Dove memulai Dove Self-Esteem Fund. Memiliki tujuan sebagai agen perubahan untuk mendidik dan mengilhami para wanita pada definisi yang lebih luas tentang kecantikan dan untuk membuat mereka merasa lebih percaya diri tentang diri mereka sendiri. Sampai hari ini, Dove telah menciptakan sejumlah online hanya sebagian besar film-film pendek, termasuk Daughters (yang juga disiarkan di 75 titik detik selama Super Bowl XL), Evolution (yang memenangkan dua penghargaan di Cannes Lions International Advertising Festival), Onslaught, dan Amy.

Gambar 3.2. Logo Dove Sisterhood
Dove sebagai ahli perawatan rambut rusak (Damage Care Expert) yang mengerti kebutuhan perempuan, paham bahwa perempuan memiliki semangat berbagi dan keterikatan antara sesamanya yang sangat kuat (Sister Helps Sister). Semangat berbagi dan saling membantu ini tidak hanya untuk masalah kecantikan, tapi juga untuk menolong perempuan lain untuk menjadi lebih baik dan kuat dalam hidupnya.
Dove Sisterhood adalah sebuah komunitas di mana para perempuan pengguna Dove Hairtherapy yang Dove sebut sebagai Sister bisa saling berbagi. Di komunitas ini, Sister bisa berbagi informasi mengenai kesehatan dan kecantikan rambut, baik dari Dove Expert maupun sesama Sister, sehingga Sister bisa selalu tampil penuh percaya diri dengan rambutnya yang bebas kerusakan. Selain itu, di sini Sister juga bisa sharing berbagai macam informasi menarik seputar dunia perempuan.
Harapan Dove adalah melalui Dove Sisterhood, Sister bisa menjadi Amazing Woman, yaitu perempuan yang tampil percaya diri dengan kecantikannya yang unik, serta memiliki kekuatan untuk membantu sesama sister lainnya. Kali ini Dove Sisterhood mengajak para Sister untuk membantu para “Perempuan Kepala Keluarga” yang tergabung dalam Yayasan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga).
Para “Perempuan Kepala Keluarga” ini adalah perempuan dengan ekonomi lemah yang karena berbagai hal, seperti ditinggal suami meninggal, bercerai, atau menggantikan fungsi ayah yang tidak mampu mencari nafkah lagi, harus mengambil alih peran mereka sebagai tulang punggung keluarga. Oleh Yayasan PEKKA, para Perempuan Kepala Keluarga ini dibantu melalui pelatihan ketrampilan, pendidikan, dan pelatihan-pelatihan lain nya untuk bisa hidup mandiri dengan penuh percaya diri dan kuat untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Dove memilih Yayasan PEKKA beserta anggotanya untuk dibantu oleh para Sister, karena Dove percaya para Sister memiliki semangat yang sama dengan para perempuan ini, yaitu semangat untuk saling berbagi, membantu sesama perempuan memiliki kekuatan untuk bangkit dan bisa hidup dengan penuh percaya diri.
Oleh karena itu, Dove mengajak para Sister untuk bergabung dan mendukung gerakan Dove Sisterhood ini, sehingga kita bisa menolong para “Perempuan Kepala Keluarga” untuk menjadi “Amazing Single Mom”. Tentunya semakin banyak Sister yang bergabung dalam Dove Sisterhood, semakin banyak pula “Perempuan Kepala Keluarga” yang kita bantu.
Rangkaian program Dove Sisterhood ini berlangsung mulai dari pertengahan bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Dove Sisterhood akan ditutup dengan penyerahan donasi serta penyelenggaraan kegiatan pelatihan dan operasional bagi para perempuan kepala keluarga sebagai bentuk realisasi penggunaan donasi. Selain beramal dengan menolong perempuan lain, tentunya Dove Sisterhood juga memberikan banyak manfaat untuk para anggota Dove Sisterhood, serta kesempatan memenangkan hadiah dengan nilai total jutaan rupiah dan kesempatan tampil bersama Maia Estianty di testimonial Dove berikutnya untuk 5 anggota Dove Sisterhood yang memiliki anggota terbanyak.
Untuk merekrut para perempuan Indonesia yang ingin menjadi ”Amazing Woman” dengan menolong sesama (Look Good By Doing Good), Dove akan mengadakan Road Show yang akan diselenggarakan di sepuluh 10 universitas yang tersebar di Bodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Selain Road Show, para perempuan Indonesia yang ingin bergabung menjadi bagian dari komunitas Dove Sisterhood dan mengembangkan timnya juga dapat mendaftarkan dirinya secara online melalui website resmi Dove Sisterhood di www.DOVE-sisterhood.com.

3.4. Implementasi Marketing With Meaning Pada Program Dove Sisterhood

Gambar 3.3. Model Pendekatan Masalah
Marketing With Meaning Pada Program Dove Sisterhood

Dove merupakan merek kecantikan wanita yang dimiliki oleh Unilever. Berdasarkan tingkatan merek menurut Kotler dan Amstrong (2008), sebuah merek terdiri dari attributes, benefits, values, character dan equity. Dove dikenal sebagai sabun kecantikan dan kesehatan wanita. Konsumen Dove tidak hanya melihat bahwa Dove adalah produk dari Unilever, tetapi manfaat dan nilai-nilai yang diberikan oleh produk tersebut. Bahkan pada tahun 2003 memenangkan lebih dari 24% dari market share.
Untuk memberikan sesuatu yang meaningful kepada pelanggannya, pertama-tama Dove harus mengetahui kebutuhan dari pada pelanggannya, yaitu kaum perempuan. Kebutuhan dari kaum perempuan tersebut ialah tentang kecantikan. Definisi cantik menurut dunia barat adalah langsing, putih, muda dan blonde. Selama puluhan tahun, paham itu telah meracuni benak kaum perempuan di seluruh dunia yang disebarkan melalui majalah-majalah wanita dan dunia fashion. Akibatnya, korban-korban anorexia dan bulimia bergelimpangan di Eropa dan Amerika, terutama kalangan remaja. Hal ini menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia kesehatan.
Sejak awal Dove telah menangkap bahwa menjadi cantik adalah desire (hasrat terdalam) kolektif umat wanita. Namun ketika pemahaman tentang kecantikan diarahkan dalam definisi yang seragam seperti proporsi boneka Barbie yang sesungguhnya tidak ada dalam dunia nyata, nyatalah bahwa hal itu berbahaya.
Berangkat dari kondisi yang memprihatinkan tersebut, kampanye Dove the Real Beauty global mulai dirilis pada tahun 2000. Melalui program itu, Dove menyampaikan pesan baru yang bertolak belakang dengan definisi kecantikan yang selama ini menjadi norma. Kecantikan sejati datang dari dalam diri sendiri. Setiap orang berhak merasa cantik karena masing-masing memiliki keunikan. Pesan ini kemudian diaplikasikan dalam program yang bertujuan untuk menanamkan definisi cantik berdasarkan konsep kepercayaan diri di benak para remaja putri. Dengan wadah yayasan bernama Dove Self-Esteem Fund yang didirikan di beberapa Negara, Dove bergerak melakukan edukasi ke kalangan remaja.
Di Indonesia, yayasan ini dipandang belum perlu karena potensi penyakit psikologis kronis akibat takut gemuk tersebut dinilai belum terlalu besar. Karena itu, tim Dove dari Unilever Indonesia berusaha mencari program lain guna menerjemahkan pesan the real beauty. Tetap dalam benang merah untuk memberikan the meaning of life bagi konsumen, pada bulan Oktober 2009 lalu akhirnya dibesut program Dove Sisterhood. Kampanye ini merupakan lanjutan program Dove Hairtherapy yang memposisikan diri sebagai ahli perawatan rambut rusak.
Tim Dove global telah memiliki white paper sebagai panduan untuk menangkap aspirasi konsumen, apa yang mereka rasakan dan bagaimana nafasnya. Berdasarkan white paper tersebut, Dove Indonesia menemukan insight bahwa wanita selalu mencari rekomendasi dari teman-temannya dalam memilih produk kecantikan. Jika sudah memiliki kepercayaan diri yang dimulai dari rambut sehat, dia akan dengan senang hati memberikan rekomendasi untuk membantu sahabat atau perempuan lainnya agar tampil percaya diri seperti dirinya.
Melihat fenomena seperi itu, Dove mencoba memberikan sesuatu yang meaningful dengan memberikan sesuatu yang lebih berarti bagi konsumennya. Perwujudan dari meaningful marketing Dove adalah sebagai berikut :
1. Dove memberikan informasi yang berharga bagi standar kecantikan perempuan, yaitu bahwa kecantikan sejati itu (the real beauty) datang dari dalam diri sendiri. Setiap perempuan berhak merasa cantik karena masing-masing memiliki keunikan. Pesan yang disampaikan Dove ini merupakan sebuah solusi bagi wanita tentang definisi cantik, tidak seperti yang ditegaskan selama berpuluh-puluh tahun yang lalu bahwa cantik itu langsing, putih, muda dan blonde.
2. Dove menciptakan program Dove Sisterhood sebagai wadah untuk membangun hubungan antara konsumen dan perusahaan. Dengan adanya hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan, maka perusahaan akan dapat menangkap aspirasi konsumen, apa yang mereka rasakan dan bagaimana pengalamannya menggunakan produk mereka.
3. Dengan adanya program Dove Sisterhood ini, konsumen dapat mengaktualisasikan dirinya untuk membantu perempuan lainnya. Dengan menggalang semangat solidaritas antar sesama perempuan untuk bergabung dalam Dove Sisterhood, Dove berkomitmen menyumbang Rp 1000,00 untuk setiap keanggotaannya. Donasi tersebut digunakan untuk membantu Perempuan kepala Keluarga Berekonomi lemah di bawah asuhan LSM PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga). Gerakan Dove Sisterhood menyerukan semangat saling menolong untuk menjadi “amazing woman” yang tampil percaya diri, cantik luar dalam dengan kepribadian yang kuat (look good by doing good).










BAB IV
KESIMPULAN

Untuk menciptakan meaningful marketing, pertama-tama harus menentukan apa yang secara sungguh-sungguh penting bagi target market dan apa yang mereka cita-citakan. Secara spesifik, perlu mengungkapkan yang mana dari kebutuhan mereka yang masih belum terpenuhi di kehidupannya. Bob Gilbreath menyebutnya sebagai kebutuhan tingkat tinggi.
Ada tiga tingkatan meaningful marketing yang merupakan hasil penggabungan dua teori, yaitu teori hierarki kebutuhan dasar manusia versi Abraham Maslow, seorang sosiolog yang memotret kebutuhan tingkat tinggi konsumen dan teori hierarki ekuitas merek. Kesimpulan dari pembahasan kasus berdasarkan model Marketing With Meaning pada Program Dove Sistergood adalah sebagai berikut :
1. Dove memberikan informasi yang berharga bagi standar kecantikan perempuan, yaitu bahwa kecantikan sejati itu (the real beauty) datang dari dalam diri sendiri. Setiap perempuan berhak merasa cantik karena masing-masing memiliki keunikan. Pesan yang disampaikan Dove ini merupakan sebuah solusi bagi wanita tentang definisi cantik, tidak seperti yang ditegaskan selama berpuluh-puluh tahun yang lalu bahwa cantik itu langsing, putih, muda dan blonde.
2. Dove menciptakan program Dove Sisterhood sebagai wadah untuk membangun hubungan antara konsumen dan perusahaan. Dengan adanya hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan, maka perusahaan akan dapat menangkap aspirasi konsumen, apa yang mereka rasakan dan bagaimana pengalamannya menggunakan produk mereka.
3. Dengan adanya program Dove Sisterhood ini, konsumen dapat mengaktualisasikan dirinya untuk membantu perempuan lainnya. Dengan menggalang semangat solidaritas antar sesama peremuan untuk bergabung dalam Dove Sisterhood, Dove berkomitmen menyumbang Rp 1000,00 untuk setiap keanggotaannya. Donasi tersebut digunakan untuk membantu Perempuan kepala Keluarga Berekonomi lemah di bawah asuhan LSM PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga). Gerakan Dove Sisterhood menyerukan semangat saling menolong untuk menjadi “amazing woman” yang tampil percaya diri, cantik luar dalam dengan kepribadian yang kuat (look good by doing good).

DAFTAR PUSTAKA


How To Evaluate Your Text Marking. Belmont, CA:Wadsworth, 2007
http://en.wikipedia.org/wiki/Dove_(brand)
http://www.unilever.co.id/
Kotler, Phillip dan Gary Amstrong.2008.Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 12. Jakarta :Erlangga
Majalah Mix Edisi 022 Februari 2010
www.DOVE-sisterhood.com
www.marketingwithmeaning.com

Jumat, 30 Oktober 2009

Konsep Dasar Perilaku Konsumen

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang karena berbagai alasan berhasrat mempengaruhi atau mengubah perilaku itu, termasuk mereka yang kepentingan utamanya adalah pemasaran, pendidikan, dan perlindungan konsumen, serta kebijakan umum.
Sebelum Perang Dunia II, banyak perusahaan, tetapi berorientasi pada produksi yang mencerminkan filosofi bahwa “produk yang baik akan menjual diri sendiri”. Namun persoalannya berubah sesudah perang, ketika banyak perusahaan mendapatkan bahwa mereka memiliki kapasitas yang lebih produktif daripada yang diserap pasar. Segera menjadi penting sekali untuk mengubah focus dari produksi ke pemasaran.
Elemen kunci dala definisi ini adalah pertukaran antara pelanggan dan penyuplai. Masing-masing pihak memberikan sesuatu yang bernilai kepada pihak lain dengan tujuan memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Dalam konteks pembelian yang normal, uang ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan.
Perhatikan bahwa pelanggan terletak pada inti dari proses tersebut. Semua yang dilakukan penyuplai dalam hal produk, harga, promosi dan distribusi diadaptasikan dengan permintaan pasar. Oleh karena itu pelanggan menjalankan pengaruh dominan pada semua yang dilakukan perusahaan. Tidak mengherankan bahwa studi perilaku konsumen memiliki akar utamanya di dalam bidang ekonomi, dan yang lebih baru, dalam bidang pemasaran. Dalam makalah ini menyajikan pembahasan tentang konsep dasar perilaku konsumen yang akan dibahas dalam bab selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud pengertian perilaku konsumen?
b. Bagaimana perspektif perilaku konsumen?
c. Bagaimana hubungan antara pemasaran dan perilaku konsumen?
d. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen?
e. Bagaimana proses pengambilan keputusan pembelian?
f. Apa saja tipe-tipe proses pembelian konsumen?

1.3. Tujuan Penulisan
a. Memahami pengertian perilaku konsumen.
b. Memahami perspektif perilaku konsumen.
c. Memahami hubungan antara pemasaran dengan perilaku konsumen.
d. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.
e. Memahami proses pengambilan keputusan pembelian.
f. Mengetahui dan memahami tipe-tipe proses pembelian konsumen.

1.4. Sistematika Penulisan
Bab I pendahuluan
Bab II pembahasan
Bab III penutup
Daftar Pustaka


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perilaku Konsumen
Saat ini konsumen begitu dimanjakan dengan berbagai produk yang dapat dipilih untuk memenuhi kebutuhan. Era produsen mengendalikan konsumen telah berlalu dan telah digantikan dengan era dimana konsumen memegang kendali. Konsumen yang mendikte produk apa yang seharusnya diproduksi oleh perusahaan. Perusahaan harus berfokus pada konsumen, konsumen adalah bagian terpenting dari perusahaan. Konsumen lebih penting dari pada kekasih (istri atau pacar), orang bisa hidup tanpa kekasih tetapi perusahaan tidak bisa hidup tanpa konsumen. Oleh karena itu perusahaan perlu mengerti bagaimana konsumenya berperilaku.
Pada dasarnya perilaku konsumen merupakan tindakan atau perilaku, termasuk di dalamnya aspek-aspek yang mempengaruhi tindakan itu, yang berhubungan dengan usaha untuk mendapatkan produk (barang dan jasa) guna memenuhi kebutuhannya. Tidak ada kesamaan definisi yang dikemukanan para ahli, perbedaan itu disebabkan adanya perbedaan sudut pandang. Perilaku manusia sangat komplek sehingga sangat sulit digambarkan dengan kata-kata.
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposintog of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Pengertian perilaku konsumen menurut Engel et al. (1994 : 3) adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul dari tindakan ini.
Mowen (1990 : 5) mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam menerima, menggunakan dan penentuan barang, jasa, dan ide. Difinisi tersebut menggunakan istilah unit-unit pembuat keputusan, karena keputusan bisa dibuat oleh individu atau kelompok. Difinisi tersebut juga mengatakan bahwa konsumsi adalah proses yang diawali dengan penerimaan, konsumsi, dan diakhiri dengan penentuan (disposition). Tahap penerimaan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk, tahap konsumsi menganalisa bagaimana konsumen senyatanya menggunakan produk yang diperoleh. Tahap penentuan menunjukkan apa yang dilakukan konsumen setelah selesai menggunakan produk tersebut.
Studi perilaku konsumen adalah studi bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber-sumber yang dimiliki pada konsumsi yang berkaitan dengan sesuatu (barang atau jasa). Schifman dan Kanuk (1991 : 5) mengatakan studi ini meliputi; apa yang dibeli, mengapa ia membelinya, dan berapa sering ia membelinya.
Swastha dan Handoko (1987 : 9) mendifinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang dan jasa ekonomisalnya, termasuk kegiatan pengambilan keputusan.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: “the various facets of the decision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
Perilaku konsumen melibatkan interkasi antara pengaruh (afeksi) dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar. Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran kita harus memahami apa yang dipikirkan (kognisi) apa yang dirasakan (afeksi) dan apa yang mereka lakukan serta kejadian sekitar yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.
Secara umum, definisi dari perilaku konsumen adalah “interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita, dimana terdapat aspek pertukaran didalamnya” (Peter & Olson, 1999). Dari definisi umum tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor penting didalam definisi tersebut, yaitu perilaku konsumen adalah dinamis, melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian sekitar, adanya aspek pertukaran.
Perilaku konsumen adalah dinamis artinya bahwa seorang individu konsumen, suatu komunitas konsumen, atau masayarakat luas akan selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini berdampak tidak hanya pada studi perilaku konsumen itu sendiri akan tetapi juga pada pengembangan strategi pemasaran.

2.2. Perspektif Pengaruh Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang karena berbagai alasan berhasrat mempengaruhi atau mengubah perilaku itu, termasuk mereka yang kepentingan utamanya adalah pemasaran, pendidikan, dan perlindungan konsumen, serta kebijakan umum.
Elemen kunci dalam definisi adalah pertukaran pelanggan dan penyuplai. Masing-masing pihak memberikan sesuatu yang bernilai kepada pihak lain yang bertujuan memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Dalam konteks pembelian yang normal, uang ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan.
Pelanggan terletak pada inti proses tersebut. Semua yang dilakukan penyuplai dalam hal produk, harga, promosi, dan distribusi (“Bauran pemasaran” atau “marketing mix”) diadaptasikan dengan permintaan pasar.
Tidak mengherankan bahwa studi perilaku konsumen memiliki akar utamnya di dalam bidang ekonomi dan, yang lebih baru, dalam pemasaran. Pertanyaan mendasar yang menjadi pedoman sebagian besar tulisan di dalam bidang ini adalah, seperti yang dicatat oleh Belk,”Susunan apa dari bauran pemasaran akan memiliki efek apa pada perilaku pembelian (purchase Behaviour) dari konsumen jenis apa?” oleh karena itu, proses pembelian (buying process) lebih menjadi perhatian para pemasar ketimbang proses konsumsi. Dan, penelitian konsumen harus memiliki relevansi manajerial yang jelas di dalam konteks ini sebelum dipertimbangkan.
Analisis konsumen merupakan dasar dari managemen pemasaran. Perencanaan dan strategi pemasaran harus disusun berdasarkan pemahaman akan konsumen yang menjadi target pasar bagi perusahaan. Pentingnya pemahaman mengenai konsumen dapat dijumpai dalam definisi pemasaran. Pemasaran adalah aktivitas manusia yang diarahkan untuk memeuni kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Dari definisi tersebut ada dua hal penting. Pertama pemasar berusaha memuaskan kebutuhan dan keinginan orang lain. Kedua, pemasaran melibatkan studi tentang pertukaran dalam mana orang saling menyerahakn sumber daya. Agar menjadi pemasar yang berhasil mereka harus memahami factor-factor yang mempengaruhi keinginan dan kebutuhan konsumen.
Alasan mempelajari perilaku konsumen dapat diiktisarkan sebagai berikut:
1. Analisis konsumen menjadi dasar bagi manager pemasaran. Hal ini membantu menajer dalam:
a. menyusun bauran pemasaran.
b. segmentasi
c. defferensiasi dan product positioning.
d. menyediakan dasar analisisi lingkungan
e. mengembangkan riset pemasaran.
2. Analisis konsumen memainkan peranan kritis dalam pengembangan kebijakan publik.
3. Pengetahuan mengenai perilakuk konsumen mengembangkan kemampuan konsumen untuk menjadi konsumen yang lebih efektif.
4. Analisis konsumen memberikan pengetahuan tentang perilaku manusia.
5. Studi perilaku konsumen memberikan 3 jenis informasi, yaitu:
a. Orientasi konsumen.
b. Fakta mengenai perilaku pembelian.
c. Teori yang membimbing dalam proses berfikir.

2.3. Hubungan Pemasaran dan Perilaku Konsumen
Pengertian Pemasaran menurut Stanton adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton, 1997).
Pengertian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang/jasa kepada pembeli secara individual maupun kelompok pembeli. Kegiatan-kegiatan tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan yang dibatasi sumber-sumber dari perusahaan itu sendiri, peraturan-peraturan, maupun konsekuensi sosial perusahaan.
Pengertian pemasaran menurut Kotler (2000: 8), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dengan pihak lain. Dalam hal ini pemasaran merupakan proses pertemuan antara individu dan kelompok dimana masing-masing pihak ingin mendapatkan apa yang mereka butuhkan/inginkan melalui tahap menciptakan, menawarkan, dan pertukaran.
Definisi pemasaran tersebut berdasarkan pada prinsip inti yang meliputi: kebutuhan (needs), produk (goods, services and idea), permintaan (demands), nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan, dan jaringan, pasar, pemasar, serta prospek.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi cara dan keberhasilan perusahaan terhadap pemasarannya, yaitu: (1) Lingkungan Eksternal Sistem Pemasaran. Lingkungan ini tidak dapat dikendalikan perusahaan, misalnya kebebasan masyarakat dalam menerima atau menolak produk perusahaan, politik dan peraturan pemerintah, keadaan perekonomian, kependudukan serta munculnya pesaing; (2) Variabel Internal Sistem Pemasaran. Variabel ini dapat dikendalikan oleh perusahaan, terdiri atas dua kelompok, yaitu sumber bukan pemasaran (kemampuan produksi, keuangan, dan personal) dan komponen-komponen bauran pemasaran yang meliputi: produk, harga, promosi, dan distribusi (Swastha, 2002).
Perilaku Konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Swastha dkk., 1997).
Perilaku konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam apa, dan bagaimana kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu. Kesemuanya ini sangat membantu manajer pemasaran di dalam menyusun kebijaksanaan pemasaran perusahaan. Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-masing. Peran yang dilakukan tersebut adalah: (1) Initiator, adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu; (2) Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Informasi mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik secara sengaja atau tidak; (3) Decider, adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya; (4) Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya; (5) User, yaitu individu yang mempergunakan produk atau jasa yang dibeli.
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian terhadap suatu produk. Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar program pemasarannya dapat lebih berhasil. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi, psikologis, sosiologis dan antropologis.
Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan.
Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut: (1) Teori Ekonomi Mikro. Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan berusaha memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk beberapa produk yang lain; (2) Teori Psikologis. Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung; (3) Teori Antropologis. Teori ini juga menekankan perilaku pembelian dari suatu kelompok masyarakat yang ruang lingkupnya sangat luas, seperti kebudayaan, kelas-kelas sosial dan sebagainya.

2.4. Kerangka Analisis Perilaku Konsumen
Teori perilaku menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi individu dengan lingkungan. Demikian juga dalam model perilaku konsumen, keadaan lingkungan dan individu yang bersangkutan memegang peranan penting dalam menentukan perilakunya.
Secara sederhana Assael (1994 : 14) mengemukakan bahwa ada tiga faktor pokok yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Pertama adalah individu konsumen, dimana pemilihan produk dan jasa dipengaruhi oleh; kebutuhan, persepsi, dan sikap terhadap alternatif-alternatif serta demografi konsumen, gaya hidup dan kepribadian. Kedua adalah faktor lingkungan yang dipelihatkan oleh kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi dan faktor situasional. Ketiga adalah strategi pemasaran yang mengawasi konsumen dengan variabel-variabel produk, harga, promosi, dan distribusi.
Berkowitz (1992 : 118), secara lengkap memberi gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen sebagai berikut:

Gambar Influence on The Consumer Purchase Decision Process

Dalam kerangka analisis yang dikemukakan Berkowitz, ada satu perbedaan dibandingkan pendapat para ahli yaitu dimasukkannya faktor situasional dalam kerangkan analisisinya.
Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu. Kemunculanya terpisah dari diri produk maupun konsumen (Assael, 1994 : 527). Belk (1975 : 158) mendifinisikan situasi sebagai semua faktor yang utama terhadap tempat dan situasi yang tidak menurut pengetahuan seseorang (intra individual) dan stimuli (alternatif pilihan) dan memiliki bukti dan pengaruh sistimatis pada perilaku saat itu.
Pengaruh situasional adalah kekuatan sesaat yang tidak berasal dari dalam diri seseorang atau berasal dari produk atau merek yang dipasarkan (Wilkie, 1990 : 453). Pengaruh situasional pada konsumen adalah faktor personal dan lingkungan sementara yang muncul pada aktivitas konsumen, sehingga situasi konsumen meliputi faktor-faktor seperti melibatkan waktu dan tempat dalam mana aktivitas konsumen terjadi, mempengaruhi tindakan konsumen seperti perilaku pembelian, dan tidak termasuk karakteristik personal yang berlaku dalam jangka panjang. Situasi konsumen relatif merupakan kejadian jangka pendek dan harus dibedakan dengan lingkungan makro atau faktor-faktor personal yang memiliki jangka waktu lama.
Pengaruh situasional telah menjadi pertimbangan bagi banyak peneliti perilaku konsumen. Kenyataannya semua perilaku konsumen mungkin dipengaruhi oleh pengaruh situasional. Peneliti harus mampu mengidentifikasi variabel situasional mana yang paling umum mempengaruhi perilaku konsumen. Problem pemasaran dapat disederhanakan jika fokusnya hanya diarahkan pada situasi yang paling mempengaruhi pembelian produk. Penelitian telah menemukan bahwa faktor situasional mempengaruhi pilihan konsumen dengan mengubah kemungkinan pemilihan berbagai alternatif (Kolm, Monroe, dan Glazer, 1987, dalam Titus dan Ernett, 1996).
Terdapat tiga jenis situasi berkaitan dengan pemasar yaitu: situasi konsumsi, situasi pembelian, dan situasi komunikasi (Assael, 1994 : 527). Situasi konsumsi adalah keadaan dimana merek digunakan. Suatu parfum mungkin digunakan untuk acara tertentu sedangkan parfum yang lain digunakan untuk sehari-hari. Konsumen mungkin minum kopi bubuk untuk menjamu tamu dan minum kopi instan untuk menu sehari-hari. Situasi demikian sebagaian dapat diantisipasi, misalnya akan pergi kesuatu tempat atau akan kedatangan tamu tertentu. Sebagian yang lain tidak bisa diantisipasi misalnya tiba-tiba ada tamu yang datang. Keadaan demikian memaksa konsumen membeli sesuatu secara cepat dan rela membayar lebih karena keterbatasan waktu untuk berkeliling mencari harga yang murah.
Situasi pembelian berkaitan dengan: pertama, lingkungan di dalam toko seperti ketersediaan produk, perubahan harga, dan kemudahan belanja yang berkait dengan pilihan berbelanja. Kedua, situasi pembelian berkaitan dengan apakah produk yang dibeli untuk hadiah atau untuk dirinya sendiri. Konsumen biasanya mengunakan kriteria yang berbeda dan mungkin memilih merek yang berbeda jika ia membeli untuk dirinya sendiri. Ketiga, situasi pembelian berkaitan dengan keadaan mood konsumen ketika berbelaja. Keadaan senang atau keadaan susah mempengaruhi pemrosesan dan pencarian informasi tentang produk.
Situasi Komunikasi adalah keadaan dimana konsumen terbuka untuk informasi baik dari orang seorang ataupun informasi yang bersifat impersonal. Situasi komunikasi dapat menentukan apakah konsumen akan mengumumkan, memahami dan menahan informasi.

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Memahami konsumen dan proeses konsumsinya memberikan berbagai keuntungan antara lain: membantu manager dalam membuat keputusan, memberikan dasar teoritis bagi peneliti dalam menganalisa konsumen, membantu legislatif dan pemerintah dalam menyusun undang-undang dan membuat keputusan, dan membantu konsumen untuk membuat keputusan yang lebih baik. Lebih dari itu studi tentang konsumen dapat membantu kita untuk lebih memahami tentang faktor-faktor psikologi, sosiologi, dan ekonomi yang mempengaruhi perilaku manusia.
Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli.
a. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Perusahaan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.
Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain
b. Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung. Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama.
Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan dan situasi.
Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat.
c. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.
Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang ).
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang.
Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berada dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen. Bila jenis- jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek.
d. Faktor Psikologis
Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan.
Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.
Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi:
• Perhatian yang selektif
• Gangguan yang selektif
• Mengingat kembali yang selektif
Pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sedang kepercayaan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
e. Faktor Marketing Strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberi tahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah
• Barang,
• Harga,
• Periklanan dan
• Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.
Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Pemasar memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek.
Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi.
Panah umpan balik mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran ke arah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik.

Gambar Model Perilaku Konsumen ( James F. Engel, Roger D. Blackwell, Paul W. Miniard : 1990)

2.6. Keputusan Pembelian
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian.
Menurut Kotler (1997) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian, anatara lain:
1. Pengenalan Masalah
Merupakan faktor terpenting dalam melakukan proses pembelian, dimana pembeli akan mengenali suatu masalah atau kebutuhan.
2. Pencarian informasi.
Seorang selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari informasi. Apabila dorongan tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia maka konsumen akan bersedia untuk membelinya.
3. Evaluasi Alternatif
Konsumen akan mempunyai pilihan yang tepat dan membuat pilihan alternatif secara teliti terhadap produk yang akan dibelinya.
4. Keputusan Pembeli
Setelah konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan membuat keputusan untuk membeli. Penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan merek di antara beberapa merek yang tersedia.

2.7. Tipe Proses Pembelian Konsumen
1. Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Contoh pengambilan untuk membeli sistem fotografi elektronik seperti Mavica atau keputusan untuk membeli mobil. Dalam kasus seperti ini, konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu seperti kemudahan dibawa dan resolusi untuk sistem kamera elektronik, dan untuk mobil adalah hemat, daya tahan tinggi, dan peralatan. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran.
2. Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Contoh pembelian sepatu karet basket merek Nike atau sereal Kellogg,s Nutrific. Dalam setiap kasus disini pembelian adalah penting untuk konsumen, sepatu basket karena keterlibatan kepentingan dalam olah raga, makanan sereal untuk orang dewasa karena kebutuhan nutrisi. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama.

Dua tipe yang lain dari proses pembelian konsumen dimana konsumen tidak terlibat atau keterlibatan kepentingan yang rendah dengan barangnya adalah tipe pengambilan keputusan terbatas dan proses inertia.
1. Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Konsumen membeli barang mencoba-coba untuk membandingkan terhadap makanan snack yang biasanya dikonsumsi. Pencarian informasi dan evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibanding pada proses pengambilan keputusan yang komplek. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Kepitusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Keterlibatan kepentingan yang rendah, konsumen cenderung akan berganti merek apabila sudah bosan mencari variasi lain sebagai perilaku pencari variasi akan melakukan apabila resikonya minimal.
Catatan proses pengambilan keputusan adalah lebih kepada kekhasan konsumen daripada kekhasan barang. Karena itu tingkat keterlibatan kepentingan dan pengambilan keputusan tergantung lebih kepada sikap konsumen terhadap produk daripada karakteristik produk itu sendiri. Seorang konsumen mungkin terlibat kepentingan memilih produk makanan sereal dewasa karena nilai nutrisinya, konsumen lain mungkin lebih menekankan kepada kecantikan dan menggeser merek dalam mencari variasi.
2. Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertas tisu.


Gambar Pengambilan Keputusan Konsumen

Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi pemasaran melalui penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa yang digunakan oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk dalam manajemen pengembangan strategi.
Pengambilan keputusan konsumen adalah bukan proses yang seragam. Ada perbedaan antara (1) pengambilan keputusan dan (2) keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang rendah.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya faktor budaya, social, psikologis, dan faktor marketing strategy.
Dalam memutuskan suatu pembelian, ada beberapa tahap yang dilakukan konsumen, diantaranya pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternative dan keputusan pembelian.
Beberapa tipe proses pembelian konsumen diantaranya proses complex decision making, proses brand loyalty, limited decision making dan proses intertia.



DAFTAR PUSTAKA


http://himamika09.blogspot.com/2009/03/konsep-perilaku-konsumen.html.Diakses tanggal 2 Oktober 2009.
Hamidah. Perilaku Konsumen Dan Tindakan Pemasaran. library.usu.ac.id. Diakses 2 Oktober 2009.
Engel, James F, BlackWell Roger D, Miniard Paul W..1994.Perilaku Konsumen.Jakarta.Binarupa Aksara.

Senin, 12 Oktober 2009

Marketing Intelligence Extra Joss

1. Collect Existing Information/Mengumpulkan Informasi yang Ada
a. Internal data/data internal
Extra Joss, merek dagang minuman energi milik PT Bintang Toedjoe masih menguasai pasar di Indonesia. Menurut survey AC Nielsen, merek ini menguasai sekitar 45,6% pangsa pasar. Menurut survey AC Nielsen, merek ini menguasai sekitar 45,6% pangsa pasar.
Daerah-daerah yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan tersebut antara lain: Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur. Sementara daerah-daerah dengan tingkat penjualan tetap adalah DKI Jakarta, Sumatera dan Jawa Tengah. Secara umum, Extra Joss sudah tersebar di 80% wilayah Indonesia. Untuk wilayah ekspor, kontribusi paling penting dari Filipina. Di 2007, penjualan Extra Joss di Filipina mencapai 111 juta sachet, atau setara dengan US$ 14 juta. Angka tersebut tumbuh 150% dari tahun sebelumnya.
b. Published Information/menerbitkan informasi
Kualitas :
Ekstra Joss membantu memelihara kesehatan tubuh, menyegarkan badan dan membantu metabolisme tubuh, untuk menghasilkan energy.
Keragaman Produk :
Extra Joss, sang penguasa pasar minuman energy mencoba mengembangkan pasarnya saat pasar minuman energy stagnan. Extra Joss menawarkan manfaat baru seperti meramu campuran Extra Joss, the panas dan madu ( iklan tahun 2006). Ada juga tiga resep Joss : Joss Susu (Extra Joss dingin campur susu, Joss Teh Madu (Extra Joss campur the dan madu), Joss Jahe (Extra Joss hangat campur Jahe). Produk ini lebih menawarkan banyak ragam produk dengan mengembangkan pasar dengan manfaat baru (new usage).
Brand :
Kata ‘Joss adalah kata yang ditemukan, diperkenalkan dan digunakan sebagai brand pertama kali oleh Extra Joss. Jadi paten yang dipegang oleh Extra Joss lebih dominan karena penggunaan kata Joss pada merek tersebut. Menempatkan suatu merek di benak konsumen sering kali di ucapkan dengan jargon. “Beli biangnya buat apa beli botolnya” salah satu jargon yang melekat di konsumen.
Harga :
Produk yang ditawarkan cukup lebih murah ketimbang dengan pesaingnya. Berupa minuman non liquit/serbuk dalam sachet yang bisa menurunkan cost. Harga yang ditawarkan per sachet sekitar 1000 rupiah. Sehingga relatif terjangkau untuk konsumen yang terbatas daya belinya. Extra Joss sendiri bermain di Low –mid market.
Promosi :
Iklan memberikan sumbangan terhadap positioning suatu produk. Dalam iklan tercakup banyak komponen seperti siapa yg berbicara, irama musiknya, latar belakang pengambilan gambar dan orang yang terlibat didalamnya. Seperti slogan Extra Joss “ beli biangnya buat apa beli botolnya” merupakan iklan yang saling menuding secara tidak langsung.
Role of communication : Memperkenalkan kepada konsumen tentang manfaat yang diperoleh setelah mengkonsumsi Extra Joss. Target akan mengetahui kelebihan produk dengan kompetitornya.
Target consumen : Pria dan wanita. Berusia remaja sampai dewasa. Olah ragawan, palajar, pagawai yang ingin mempertahankan konsentrasi dalam jangka waktu yang lama.
Saat Demam piala dunia tahun 2006, Extra joss mencoba menawarkan memanfaatkan baru sebagai minuman melek sampai pagi. Digambarkan si endorser Ricky Jo sedang meramu Joss hangat yaitu campuran Extra Joss, teh panas dan madu sambil berujar “Buat nonton bola, 30 hari terus-terusan bisa melek sampai pagi tetapi tetap berenergi”. Extra Joss menfungsikan sebagai penghilang rasa kantuk. Extra Joss berupaya memanfaatkan moment musiman, dengan mendompleng produk lain. Orang yang biasa minum teh atau susu bisa menambahkan Extra Joss untuk membuat minuman resep Joss.
What do we need to say :
Keseimbangan antara kesehatan, kebugaran.
Totality. Kreatif, energik, dinamis.
Brand ide.
Brand personification.
Mandatory : Merek dan logo ‘Extra Joss”. Minuman sebagai tambahan energy. Merek Extra Joss menyiratkan tenaga Extra, dikomunikasikan dengan tangan terkepal yang sesuai dengan mereknya.
Advertising Requirment : TV commercial, iklan cetak untuk Koran dan majalah.
Even :
Salah satu yang menjual adalah kampanye iklan Go Joss (goyang Joss).
Tempat :
Extra Joss bermain di pasar low-mid market. Produk ini bisa didapatkan di berbagai pasar yang kebanyakan adalah menengah ke bawah.
2. Use standardized Research Services
a. Subscription/langganan
Target market dari extra Joss adalah olahragawan, palajar, pagawai yang ingin mempertahankan konsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Dengan iklan yang mengendorse para olahragawan, diharapkan orang-orang yang gemar berolahraga mengkonsumsi produk Extra Joss.
b. Single Purchase/pembelian tunggal
Segmentasi pelanggan Extra Joss adalah pria dan wanita berusia remaja sampai dewasa.
3. Conduct Research Study
a. Exploratory/penyelidikan
Consumer connection dapat juga dilakukan melalui metode on the go. Misalnya tim dari perusahaan naik KRL dari Stasiun Dukuh Atas ke Bogor atau Depok. Di situ diamati apa yang dilakukan konsumen. Mungkin karena KRL ekonomi hawanya panas sekali, ia membutuhkan sesuatu untuk melepaskan dahaga. Ternyata konsumen mau yang praktis, beli langsung minum, entah di dalam plastic atau cup. “Di situ kita dapat insight bahwa dia tidak sempat mencampur-campur serbuk Extra Joss lagi.” “Itu adalah insight yang kalau kita tidak turun sendiri, tidak akan dapat diperoleh.”
Ada lagi on the go dengan cara ikut sopir truk, yang adalah konsumen Extra Joss. Karena sopir berangkat dari Jakarta menuju Surabaya, tim menumpang sampai Cikampek. Di situ dapat dilihat apa saja aktivitas sang sopir, bagaimana ia mencampur Extra Joss dengan air? Menurut aturannya 1 sachet sebaiknya dicampur dengan 200 ml air. Tapi karena sang sopir ingin hemat, 2 sachet dicampur dengan air 1500 ml.
b. Full Scale/skala penuh
Ada tiga tiga hal berkaitan dengan konsumen. Pertama adalah future need and trends. Bagaimana seseorang dapat membaca jauh ke depan kira-kira kebutuhan konsumen dalam waktu satu atau dua tahun lagi untuk meningkatkan kesehatan itu apa ? “Kita mencoba imagine tomorrow dan mengantisipasi kebutuhannya.”
Kedua, face to face customer contact untuk mengembangkan intuitive sense dan personal understanding. Dari pengalaman, BT biasanya melakukan focus group discussion (FGD). Panelis sudah ditentukan terdiri 8-10 orang. Kemudian anggota FGD dari perusahaan menggali kebutuhan konsumen.
Ketiga adalah melalui consumer connection. Jajaran manajemen hingga manajer meluangkan waktu selama lima hari dalam setahun untuk bertatap muka dengan konsumen secara langsung, home visit. Mereka yang melakukan kunjungan dibagi ke dalam 20 kelompok, dan masing-masing datang ke rumah konsumen, baik pagi, siang atau malam. Tapi mereka tidak membawa atribut perseroan. “Kita coba untuk mendapatkan insight-nya.” Bangun tidur, kegiatan apa yang dilakukan konsumen. Mungkin ada yang menyiapkan makanan, mencuci baju, mengantar anak, pulang, masak, dan sebagainya. “Kita lihat the day in life-nya seorang ibu, misalnya.”
Dari situ dapat ditanyakan, “Untuk menjaga kesehatan, ibu melakukan apa?” Mungkin ada yang berolahraga pagi, minum jamu,dsbnya. Kalau minum jamu, apa mereknya? Jika sakit kepala, batuk, pilek, mereka mengkonsumsi apa? Mereka yang ikut home visit ini diharapkan sudah mempelajari data tentang konsumen yang bersangkutan. Mengapa konsumen minum obat tertentu? Apakah karena mereknya atau kemudahan diperoleh, dll? Lebih jauh juga dapat ditanyakan kepada konsumen tersebut, jika perusahaan memiliki produk tertentu apakah ia bersedia membelinya?